Pengunjung

Rabu, 26 Maret 2008

MASA KECIL YANG MENYENANGKAN

Jember, kota kecil di Jawa Timur, Indonesia bagian Barat, disitulah saya dilahirkan pada tahun 1953 di awal bulan April. Saya anak yang ke 5. Tujuh hari kemudian saya dibaptis di Gereja Katolik di kota ini. Waktu itu orang tua saya tinggal di Kebonsari, Gladak kembar. Iskak Dibyopranoto nama bapak saya, seorang guru pegawai negeri, sering dipindah tempat tugasnya.


Pada saat saya umur 3 tahun, kami pindah ke kota Malang, tinggal di jalan Lowokwaru gang 4. Di rumah kami ada 2 mahasiswa sekolah peternakan yang berasal dari Kalimantan Selatan namanya Aidil Noor dan Jusuf. Tahun 1981 saya sempat bertemu dengan Mas Aidil (demikian biasa kami panggil beliau ini) di Jakarta. Kami keluarga Katolik, kedua beliau itu beragama Muslim yang taat. Masih ingat dibenak saya ketika saya diajak foto bersama di studio foto oleh Mas Aidil dan Mas Jusuf ini, Kemudian makan es krim di Restoran Sarang Lebah, juga sering saya mendapat telur ayam rebus ketika mereka pulang dari kuliah. Di Malang saya diasuh seorang pembantu rumah tangga yang luar biasa kesetiaannya pada keluarga kami. Orang dari Gresik, kami memanggilnya Mbok Isah. Sampai umur 3 tahun saya masih sering dibuai di gendongan mbok Isah. Kalau saya merajuk maka yang dilakukan mbok Isah adalah membuatkan minuman favoritku teh (sangat) manis hangat, ini cerita kakak2 saya.


Ketika saya umur 4 tahun keluarga kami pindah ke Pamekasan, pulau Madura. Bapak saya mengajar di SMEA Pamekasan. Kami tinggal di jalan Pintu Gerbang no 10, di daerah yang namanya Semor Poteh. Saya mulai sekolah TK di sebelah Gereja Katolik Pamekasan. Kenangan masa kecil yang masih di benak saya, ketika saya ulang tahun ke 5, bapak membelikan saya mobil-mobilan kayu yang bisa saya naiki seperti naik sepeda. Setiap pagi buta saya naik dan jalankan mobil itu di jalan aspal depan rumah. Jalan masih sangat sepi. Karena masih belum pandai mengenjot sendiri, bapak membantu mendorong dari belakang. Selain itu pada suatu hari libur, bapak mengajak ke pantai Camplong, kemudian mengunjungi Api Tak kunjung Padam, Kaliangat (sungai air panas). Ketika musim hujan dibelakang rumah sering banjir, masih ingat bagaimana bapak mengendong saya di punggung berjalan melihat banjir.


Pindah ke Surabaya, tahun 1959. Masuk Sekolah Rakyat Dinoyo I di Jalan Majapahit. Setiap habis hujan deras selalu banjir. Sekolah ini di belakang Gereja Katedral. Waktu itu bapak tidak mendapat perumahan, pemerintah menitipkan keluarga kami di sebuah hotel yang cukup berkelas waktu itu (hotel paling tinggi) hotel Olympic. Saya sering naik sampai ke menara paling atas. Sekarang bukan apa-apa lagi dibanding hotel-hotel pencakar langit seperti Garden Palace, dan tower-2 lainnya. Di Surabaya bapak menjadi kepala sekolah di SMEA jl. Pirngadi Tahun 1962 bapak dikirim ke Amerika belajar selama 1 tahun. Saya masih kelas 3 SD. Ketika bapak di Amrik saya dikirimi berbagai permainan dan alat keperluan sekolah buatan Amerika. Teman-teman saya menganggap saya anak dari keluarga kaya, padahal tidak.
Setelah lulus SD tahun 1965 saya melanjutkan ke SMP Santo Yosef di Wonokromo, hanya sebentar di kelas 1 kemudian saya pindah ke SMP/SMA Seminari St. Vincentius A Paulo di Garum, 8km sebelah timur Blitar. Tahun yang sama Gunung Kelud meletus. Seminari terletak 25km dari kawah Gunung Kelud. Saya yang masih berumur 13 tahun merasakan dunia seperti mau runtuh. Saya mulai merasakan sesuatu yang sangat tidak menyenangkan dan mencekam dalam hidup saya. Akibat polusi udara akibat letusan ini saya sampai sekarang sangat mudah kena alergi pada tenggorokan.